Rawa Mbojo merupakan salah satu warisan budaya leluhur masyarakat
Bima-Dompu. Diiringi alat musik Biola dan Gambo, seorang penyanyi
melantunkan nyanyian Rawa Mbojo yang berisi pantun-pantun Bima yang
menggelitik, kocak dan menghibur. Suasana akan semakin hidup di tengah
Rawa Mbojo ini ketika laki dan perempuan berbalas pantun diiringi alunan
dan gesekan Biola dan Gambo( Sejenis alat musik Gambus). Musik vokal
dalam bahasa Bima-Dompu adalah “rawa” yang artinya sama dengan “lagu”
atau “nyanyian”. Lazimnya ditampilkan sebagai acara
hiburan pada upacara pernikahan dan kadang – kadang dilaksankan di sawah
ladang, sebagai hiburan bagi para remaja yang sedang menanam atau
memanem padi.
Pada akhir – akhir ini rawa Mbojo sering dipentaskan pada kegiatan
festival dan pergelaran seni tradisional di tingkat Kabupaten dan
Provinsi, bahkan sampai di tingkat nasional. Rawa Mbojo biasa
dinyanyikan oleh seorang penyanyi perempuan dengan berbusana rimpu.
Tetapi sering pula dinyanyikan oleh dua orang dan kadang dinyanyikan
oleh penyanyi laki – laki.
Berdasarkan jenis “Ntoko” (irama) serta isi “patu rawa” (pantun lagu) pada setiap ntoko, rawa Mbojo terdiri dari :
a.Ntoko Sera
Merupakan ntoko rawa Mbojo yang tertua, sudah mulai dikenal sejak
jaman keajaan. Dinyanyikan dengan ntoko atau irama mirip seriosa,
melantunkan kata yang berisi luapam rasa rindu kepada sang kekasih dan
rasa kagum terhadap keindahan alam. Ntoko sera dilantunkan ketika
seorang sedang berkelana di sera atau padang nan luas dikelilingi gunung
yang menghijau. Karena itu ntoko diberinama ntoko sera (padang nan
luas), sayang, pada akhir – akhir ini, sudah jarang penyanyi yang dapat
melantunkan ntoko sera.
b.Ntoko Tambora
Termaksud ntoko tertua sesudah ntoko sera. Ntoko Tambora mirip irama
keroncong, biasanya dinyanyikan oleh para pelaut dikala kapal atau
perahu mereka sedang diserang badai dan gelombang besar. Pada suasana
yang mencekam itu mereka melantunkan ntoko dengan patu yang
menggambarkan suasana laut tidak bersahabat serta rasa rindu kepada
sanak keluarga yang ditinggalkan. Suasana laut yang bergelombang besar
dan tinggi bagaikan Gunung Tambora, karena itu ntoko ini dinamakan Ntoko
Tambora.
c.Ntoko Lopi Penge
Lopi penge dapat diartikan sebagai perahu (lopi) yang tidak jemu dan
tidak bosan berlayar (penge). Ntoko ini biasa dilantunkan oleh para
pelaut dan nelayan di kala sedang berlayar di samudera nan luas lagi
tenang damai. Kerinduan pada kedamaian dan keindahan laut, mengundang
para pelaut untuk terus berlayar sepanjang waktu.
d.Ntoko Dali
Ntoko Dali merupakan Ntoko yang sangat digemari oleh seluruh lapisan
masyarakat. Patu berisi nasehat dan petuah untuk melaksanakan ibadah dan
segala amal shaleh serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
Nasehat itu berasal dari intisari dalil (dali), karena itu ntoko ini di
berinama “dali”. Ntoko ini mulai populer pada zaman kesultanan ,
dijadikan sebagai media dakwah.
e.Ntoko Haju Jati
Pada awalnya, ntoko ini biasanya dinyanyikan sebagai pelepas lelah di
kala sedang menebang kayu jati di tengah hutan belantara. Seraya
menebang dan memotong serta menggeragaji kayu, para tukang kayu
melantunkan ntoko yang patunya berisi pujian terhadap kekuatan serta
ketahanan kayu jati untuk bahan bangunan rumah. Oleh sebab itu ntoko ini
diberi nama ntoko haju jati.
f.Ntoko Kanco Wanco
Melalui ntoko dan patu kanco wanco, penyanyi melukiskan kisah
kehidupan yang penuh dengan tantangan dan ujian, bagaikan sebuah perahu
yang sedang diterpa gelombang.
g.Ntoko Salondo Reo dan Rindo
Patu ntoko salondo reo berisi ratapan hati anak istri dan masyarakat
Reo di Manggarai, karena mereka hidup berpisah dengan suami dan
saudaranya yang ditawan dan dijadikan abdi Istana oleh para Sultan Bima.
Selain ntoko salondo reo, adalagi ntoko yang berisi kritikan dari
masyarakat Manggarai atas kekejaman para Sultan Bima yang menawan suami
dan saudara mereka. Ntoko dan patu kritikan populer dengan nama “rindo”.
Walau dua jenis Ntoko berisi kritikan terhadap para Sultan, namun tidak
dilarang untuk berkembang di lingkungan masyarakat. Bahkan pada upacara
– upacara adat kesultanan, dua jenis Ntoko ini di senandungkan
dihadapan Sultan dan para pembesar negeri.
Masih banyak lagi jenis Ntoko Rawa Mbojo yang hidup dan berkembang di
tengah masyarakat, dari sekian banyak Ntoko – Ntoko itu antara lain
Ntoko Jiki Maya, Teke Mpende, Sajoli, E’aule dan Tembe Jao Galomba.
Di Ambil Dari :
http://sarangge.wordpress.com
Sabtu, 30 Juni 2012
0 Seni Musik Bima “ Rawa Mbojo “
Diposting oleh
Farah PinkQueenZa
di
10.26
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar