Tarian atau Mpa’a Buja Kadanda merupakan salah satu dari sekian
banyak tarian heroik warisan kesultanan Bima. Tarian ini digolongkan
dalam Tari Rakyat atau Tari yang berkembang di lingkungan masyarakat
seiring perkembangan kesultanan Bima.
Meskipun Tumbuh dan tumbuh dan berkembang di luar istana, namun
sultan melalui para seniman istana, tetap mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan tarian rakyat, dengan demikian mutu tari tetap terpelihara
dan terpacu pada nilai dan norma agama dan adat yang islami. Kebijakan
istana dalam hal ini sultan bersama seniman istana sangat berbeda dengan
kebijakan sultan dan seniman Istana Jawa (Yogya, Surakarta dan Solo).
Raja dan seniman di lingkungan Istana Yogyakarta, Surakarta dan Solo,
tidak memperhatikan perkembangan kesenian rakyatnya, termasud seni
tari. Istana hanya mengutaman perkembangan kesenian termasuk seni tari
istana atau klasik saja.
Tari ini dibawakan oleh dua orang pemain laki – laki dengan
mempergunakan senjata “buja kadanda” atau tombak berumbai bulu ekor
kuda, dilengkapi dengan perisai (perisai). Karena itu tari ini diberi
nama mpa’a buja kadanda. Diiringi musik genda Mbojo.
Bagaimana alur tarian ini ?
Diawali oleh penabuhan dua Gendang, Gong, Serunai dan Tawa-Tawa.
Awalnya Gendang ditabuh dengan irama lamban. Kemudian para pemain dengan
menggunakan Buja Kadanda masuk satu persatu memberi salam kepada para
penonton atau undangan dan mulai memainkan Buja Kadanda dengan style
masing-masing. Gaya dan gerakannya hampir mirip dengan pencak silat,
tetapi mereka menggunakan Buja Kadanda.
Semakin lama, alunan dan tabuhan gendang dipercepat dan
pemain/penarinya pun mulai saling memukul dengan menggunakan buja
Kadanda. Dan diakhir pementasan, alunan Gendang diperlambat lagi sebagai
aba-aba bahwa atraksi harus segera diakhiri. Kemudian para penari
berangkulan dan memberi salam kepada para penonton dan undangan.
Seiring perkembangan zaman, Buja Kadanda sudah jarang dimainkan. Saat
ini hanya tinggal beberapa sanggar Seni saja yang menampilkan atraksi
ini seperti di kecamatan Wawo. Keli woha, Dan Bolo. Perlu adanya
perhatian dan pembinaan serta proses regenerasi terhadap atraksi
kesenian tradisional ini.
Di Ambil Dari :
http://sarangge.wordpress.com
Sabtu, 30 Juni 2012
0 Tari Buja Kadanda
Diposting oleh
Farah PinkQueenZa
di
09.30
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar