Hallo,, selamat datang di blog ku,, jangan lupa di follow yah,, tinggalin komentarnya juga,,

Senin, 27 Juni 2011

0 Habitable Exoplanet Pertama Yang Mengorbit Bintang Kerdil Merah


(Epochtimes.co.id) Para ahli astrofisika Prancis telah menentukan bahwa sebuah planet yang terletak 20 tahun cahaya dari Bumi merupakan planet pertama diluar tata surya kita (exoplanet) yang berada di habitable zone (zona dimana sebuah planet berada dalam jarak yang cukup dengan mataharinya sehingga air dalam bentuk cair eksis dan memiliki suhu yang sesuai agar dapat dihuni).   

     Gliese 581d merupakan satu dari beberapa exoplanet yang mengorbit sistem bintang red dwarf (kerdil merah), Gliese 581, yang telah menjadi pusat perhatian sejak pertama kali ditemukan pada 2007. Pada September 2010 lalu, secara kontroversial Gliese 581d dianggap sebagai planet Goldilocks (planet yang tidak terlalu dingin atau panas), yang memungkinkan untuk dihuni. Namun sejak saat itu banyak keraguan yang muncul.

     Sekarang, para ilmuwan dari Institut Pierre Simon Laplace di Paris telah memakai teknik model komputer yang mampu mensimulasikan iklim dan permukaan exoplanet dalam tampilan 3D untuk memprediksi bahwa Gliese 381d, yang awalnya diduga terlalu dingin untuk mendukung adanya kehidupan, bisa jadi ternyata hangat dan cukup basah bagi kehidupan seperti Bumi untuk eksis disana.

     Gliese 581d dua kali lebih besar dari Bumi dan memiliki massa kurang lebih tujuh kali massa planet kita. Dengan adanya siang dan malam yang permanen (Gliese 581d, akibat terlalu dekat dengan Mataharinya, tidak berputar pada porosnya seperti Bumi sehingga tidak memiliki siklus siang dan malam), dan hanya menerima sepertiga dari energi mataharinya, exoplanet itu tampaknya tidak dapat dihuni karena atmosfir yang cukup tebal untuk memicu pemanasan menjadi beku di sisi malam abadi planet itu.

     Akan tetapi, melalui simulasi iklim yang dilakukan oleh tim ini menunjukkan bahwa Gliese 581d memiliki “atmosfir yang stabil dan memiliki permukaan air yang cukup luas, menjadikannya sebagai super-earth pertama (exoplanet dengan massa 2-10 kali Bumi) yang berada di habitable zone,” demikian bunyi abstrak (kalimat pengantar) dalam jurnal penelitian yang dipublikasikan pada The Astrophysical Journal Letters.

     Menurut rilis pers dari National Center for Scientific Research (CNRS) Prancis, jika Gliese 581d dimodel dengan adanya atmosfir karbon dioksida yang tebal, sesuai dengan yang diduga para ahli sebelumnya, hasilnya ialah: “iklimnya tidak hanya stabil, tapi juga cukup hangat untuk dapat memiliki lautan, awan, dan hujan.” 

     Karena cahaya yang dipancarkan oleh bintang Gliese 581 berwarna merah, cahaya mampu bergerak  jauh kedalam atmosfir karbon dioksida, dan menciptakan panas via efek rumah kaca. Pada tata surya kita, hal ini tidak mungkin terjadi karena adanya efek Rayleigh scattering (penyebaran Rayleigh), efek yang terjadi ketika atmosfir tebal merefleksikan komponen berwarna biru dalam cahaya matahari (cahaya matahari terdiri dari tujuh spektrum warna) kembali ke angkasa, menjadikan langit di Bumi berwarna biru.  

     Dalam simulasi model juga ditunjukkan bahwa atmosfir Gliese 581d secara efisien mendistribusikan cahaya mataharinya ke seluruh planet dan menghangatkannya, mencegah terjadinya keruntuhan atmosfir pada kutub-kutub dan sisi gelap dari Gliese 581d. 

     Suatu rilis pers yang dikeluarkan oleh Institut itu juga mengatakan bahwa kedepannya, teleskop mampu mendeteksi atmosfir exoplanet ini karena jaraknya yang dekat dengan Bumi. Tim ini juga telah merancang tes-tes sederhana yang akan membuat para peneliti di masa depan untuk mengumpulkan informasi seperti: apakah Gliese 581d memiliki atmosfir dengan kandungan Hidrogen seperti Uranus atau Neptunus.

     “Selain bermandikan dalam cahaya merah, massa planet yang besar berarti gravitasi di permukaannya kurang lebih dua kali lebih kuat dari Bumi, menunjukkan bahwa planet yang mendukung kehidupan tidak harus memiliki kondisi yang sama persis dengan Bumi.” Demikian pernyataan dalam suatu rilis pers.  (Cassie Ryan / The Epoch Times / den)

0 komentar:

Posting Komentar