Hallo,, selamat datang di blog ku,, jangan lupa di follow yah,, tinggalin komentarnya juga,,

Rabu, 27 Juni 2012

0 Desa Sambori

     Sambori merupakan salah satu dari lima desa di lereng Gunung Lambitu disebelah tenggara Kota Bima.

     Ada dua fersi tentang nama Sambori. Fersi pertama mengemukakan asal mula kata Sambori adalah SAMBORE (palu), yang berarti adanya ketetapan hati dan keputusan untuk tetap tinggal di lereng Lambitu dan tidak lagi berpindah-pindah. Hal itu didasari kesepakatan bersama dalam satu musyawarah sehingga jatuhlah sambore (palu) kesepakatan itu.

     Fersi kedua, sambore berasal dari kata SAMPORI yang dalam bahasa Bima berarti melepaskan diri. Karena setelah membangun pemukiman dan menemukan cara bercocok tanam yang menetap dengan kondisi lereng Lambitu yang subur, mereka memutuskan untuk melepaskan diri dari komunitas lainnya.

     Sebelum pemekaran kecamatan tahun 2006, Sambori dan sekitarnya masuk dalam wilayah kecamatan Wawo. Orang-orang Bima sering menyebut dengan nama Wawo Tengah. Sambori dan desa-desa sekitarnya terletak di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Memandang Sambori dari kejauhan seperti negeri yang menggantung menyelinap dalam awan dan kabut. Dibalut keluguan dan keramahan warganya, Sambori adalah pelepas rindu akan nyanyian alam yang syahdu bersahaja.

     Desa Sambori berbatasan dengan Desa Renda Kecamatan Belo Kabupaten Bima di sebelah barat, dan hutan tutupan Arambolo di sebelah timur. Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Teta sebagai ibukota Kecamatan Lambitu, dan di sebelah utara bersebelahan dengan Desa Kawuwu kecamatan Langgudu. Desa Sambori terdiri dari dua dusun yaitu dusun lambitu yang dihuni oleh 222 kepala keluarga dan Sambori Bawah (Dusun Lengge) yang dihuni 930 jiwa serta 223 kepala keluarga.

Sebagai daerah puncak yang berjarak sekitar 44,3 km, sambori potensial untuk pengembangan tanaman bawang putih, jeruk, alpukat, rambutan, mangga, pisang, sawo, jambu batu serta tanaman lainnya. Di lereng sambori terdapat 275 pohon jeruk, 300 pohon alpukat, 450 pohon mangga, 300 pohon kelapa, 200 pohon pinang serta aneka pepohonan lainnya.

     Di sector peternakan, kawasan sambori dari dulu memang sudah dikenal sebagai areal pengembangan ternak seperti kuda, kerbau, sapi, dan unggas. Namun yang paling dominan digeluti warga sambori dan sekitarnya adalah tanaman padi dan bawang putih serta kerbau, sapi, kambing, dan jenis unggas. Berternak memang telah menjadi tradisi turun temurun warga sambori dan sekitarnya. Hal itu dibuktikan dengan prototype Uma Lengge yang dilantai dasarnya memang diperuntukkan untuk penyimpanan dan pemeliharaan ternak.

     Desa sambori memiliki luas sekitar 1.802 Ha atau sekitar 33,58% dari luas wilayah kecamatan Lambitu. Sekitar 1.260 Ha adalah lahan sawah dan tegalan. Sisanya diperuntukkan untuk pemukiman dan prasarana umum, perkebunan rakyat dan kawasan lindung seluas 736 Ha. Topografi wilayah Sambori dan sekitarnya berbukit-bukit dan datar yang menyebar disepanjang lereng Gunung Lambitu. Suhu udara di sambori rata-rata antara 20-25 C.

     Berdasarkan sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima tahun 2010, Jumlah penduduk desa sambori sebanyak 1786 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 895 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 891 jiwa. Jumlah kepala keluarga sebanyak 440 KK yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan peternak.

Ladang Pengembangan Apotik Hidup 

     Berada di ketinggian 500 sampai 700 meter di atas permukaan laut, sambori dan sekitarnya sangat cocok untuk budaya tanaman-tanaman obat seperti jahe, kunyit, lengkuas, mengkudu, temulawak, kumis kucing, kencur, bangle, tempuyang dan lain-lain. Tanaman ini disamping tumbuh secara liar di pegunungan Lambitu, juga di upayakan dan dikembangbiakan oleh masyarakat. Yang paling banyak dikembangkan disamping bawang putih dan padi adalah kunyit dan tempuyang.

     Sejak dulu, orang-orang sambori memang terkenal sebagai penjual kunyit dan tempuyang bahkan sampai ke Kota Bima dan Dompu. Sekitar 20 Hektar lahan tegalan di sambori di manfaatkan warga untuk menanam kunyit. Ada juga sekitar 7 Hektar lahan yang dimanfaatkan untuk menanam tempuyang. Proses produksi dan pemasaran warga sambori terhadap tanaman obat ini masih sangat sederhana dan tradisional yaitu dengan menjajakan dari kampung ke kampung, disamping di manfaatkan untuk kepentingan pribadi.

Di Ambil Dari :
http://bimaitumbojo.blogspot.com 

0 komentar:

Posting Komentar