Kerajinan Gerabah sebenarnya sudah lama dikenal masyarakat Bima.
Kelompok masyarakat yang dikenal sebagai pengrajin Gerabah ialah
masyarakat di Kelurahan Rabangodu utara maupun selatan kota Bima. Karena
komunitas masyarakat tersebut berprofesi sebagai pengrajin Gerabah yang
dalam bahasa Bima disebut “ Ngodu” maka pemukiman mereka disebut dengan
Rabangodu. Sejak zaman dulu orang-orang di kampung ini menggeluti usaha
kerajinan gerabah secara tradisional. Mereka mereka menjual hasil
kerajinan ke sejumlah wilayah baik di Bima bahkan sampai Sumbawa.
Pada masa itu dikenal pula dengan musim Lao Pako Tana atau pergi bertani
dan menetap di wilayah seperti Tambora dan Sumbawa. Orang-orang
Rabangodu biasanya pergi ke wilayah ini membawa gerabah untuk ditukar
dengan padi dan palawija. Karena sering menetap dalam waktu lama, mereka
pun membuat gerabah seperti periuk, padasan, pundi-pundi air, wajan dan
berbagai keperluan rumah tangga. Kehadiran orang-orang Rabangodu di
sejumlah wilayah seperti di Tambora, Sanggar, dan Sumbawa ternyata
membawa dampak positif bagi perkembangan seni Gerabah pada masa itu.
Maka bermunculanlah pusat-pusat kerajinan gerabah seperti di Wadu Wani
kecamatan woha, Dompu, Sumbawa dan juga desa-desa lain di sekitar
Rabangodu.
Namun saat ini kerajinan Gerabah diambang kepunahan. Aktifitas pengrajin
juga lumpuh dan tidak berkembang lagi. Padahal kerajinan Gerabah atau
keramik di daerah lain seperti Lombok justru semakin maju berkembang dan
menjadi komoditi eksport yang diminati di negara seperti Australia,
Jepang dan Amerika. Menurut penuturan Aminah (50 thn) salah seorang
pengrajin Gerabah asal Rabangodu selatan, sebenarnya harga jual gerabah
produksinya cukup terjangkau. Dicontohkannya harga satu buah wajan saja
berkisar antara Rp.15.000 sampai Rp. 20.000.- justru lebih murah
daripada harga wajan dari plastik yang dijual di toko-toko. Tapi memang
diakuinya penyebab sepinya pembeli gerabah adalah berlihnya minat wargas
membeli kerajinan dari tanah liat ini dan cenderung membeli perkakas
rumah tangga yang dari plastik yang tidak gampang pecah. Disamping itu,
tidak adanya kepedulian pemerintah untuk membantu permodalan dan sarana
usaha. Sehingga perlahan namun pasti kerajinan gerabah ini diambang
kepunahan. Aminah dan sejumlah pengrajin gerabah di Rabangodu berharap
adanya kepedulian Pemerintah Daerah untuk pemberdayaan para pengrajin
disertai kebijakan yang pro terhadap upaya pemasaran hasil-hasil
kerajinan mereka.
Kerajinan Gerabah merupakan warisan leluhur yang sudah semestinya
dilestarikan baik dalam rangka meningkatkan taraf hidup para pengrajin
dan keluarganya maupun dalam konteks kepariwisataan. Sebenarnya sentra
kerajinan seperti ini ditata dan diberdayakan sehingga akan menjadi
salah satu obyek kunjungan dari wisatawan domestik maupun Manca Negara.
Kamis, 28 Juni 2012
0 Gerabah Bima Diambang Kepunahan
Diposting oleh
Farah PinkQueenZa
di
22.40
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar