MAKALAH
SISTEMATIKA HEWAN VERTEBRATA
Chelonia Mydas
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Indonesia
merupakan salah satu Negara dengan kekayaan flora dan fauna yang sangat tinggi.
Ditinjau dari manfaatnya, kekayaan flora dan fauna di Indonesia memberikan
sumbangan yang sangat penting bagi keseimbangan kehidupan di bumi ini. Yang
harus selalu diingat bahwa setiap mahluk hidup didunia diciptakan dengan
perannya masing-masing. Jadi punahnya satu jenis flora dan fauna sedikit banyak
akan mengganggu keseimbangan alam.
Ironisnya,
selain salah satu Negara dengan kekayaan hayati yang tinggi, Indonesia juga
merupakan salah satu Negara yang mempunyai laju kepunahan jenis yang tinggi.
Saat ini kekayaan flora dan fauna Indonesia menghadapi tekanan yang sangat
tinggi, sehingga banyak diantarannya berada dalam kondisi yang hampir punah.
Tekanan yang ada diakibatkan tingginya laju perubahan tata guna lahan (habitat
alami satwa dikonversi menjadi lahan-lahan pertanian dan semakin maraknya
penebangan hutan secara liar).
Kondisi
ini diperparah dengan semakin tingginya perburuan liar yang terjadi di
Indonesia saat ini. Ini diakibatkan tingginya permintaan pasar terhadap jenis
satwa-satwa liar eksotis dan langka menyebabkan laju perburuan liar
hampir-hampir tidak bisa dikendalikan lagi.
Salah satu dari kekayaan fauna di Indonesia adalah spesies penyu. Enam dari
tujuh spesies penyu yang ada di dunia ditemukan di perairan Indonesia dan
bertelur di beberapa pantai di negeri ini.
Oleh
karena itu kita sebagai masyarakat dihimbau untuk dapat membantu pemerintah dalam usaha pelestarian
satwa liar dengan mendukung upaya pelestarian penyu, serta mencoba
mengembalikan peran satwa penyu didalam habitatnya.
Dengan berlatar belakang hal tersebut maka kami membuat makalah ini, agar
pembaca mengerti bagaimana kehidupan satwa di Indonesia.
BAB
II
ISI
Gerakannya yang unik dan khas seakan
menggambarkan kelihayan perenang dasar laut yang mempesona. Ini mungkin bisa
menggambarkan betapa unik dan indah melihat penyu laut berenang bebas dibawah
permukaan laut. Dengan menggerakkan kedua kaki renang depan untuk mengontrol
gerakan dan kecepatan, hewan ini bergerak gesit di dasar laut. Juga dengan
bantuan kaki belakang sebagai penyeimbang seakan memberikan kesempurnaan gaya
renang yang memukau.
Ada
beberapa jenis (species) penyu laut yang hidup di perairan . Diantaranya
penyu hijau atau dikenal dengan nama green turtle (Chelonia mydas), penyu sisik atau dikenal dengan nama Hawksbill
turtle (Eretmochelys imbricata), penyu lekang atau dikenal dengan nama Olive ridley
turtle (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing atau dikenal dengan nama Leatherback
turtle (Dermochelys olivacea), penyu pipih atau dikenal dengan nama Flatback turtle
(Natator
depressus)
dan penyu tempayan atau dikenal dengan nama Loggerhead
turtle (Caretta caretta).
Dari jenis ini Penyu Belimbing adalah penyu terbesar dengan ukuran mencapai 2
meter dengan berat 600 – 900 kg. Yang terkecil adalah penyu lekang dengan
ukuran paling besar sekitar 50 kg.
Penyu
Hijau (Chelonia mydas)
Jenis penyu hijau, atau yang biasanya dikenal
dengan nama Chelonia mydas adalah penyu laut besar yang termasuk dalam keluarga
Cheloniidae. Hewan ini adalah satu-satunya spesies dalam golongan Chelonia.
Mereka hidup di semua laut tropis dan subtropis, terutama di Samudera Atlantik
dan Samudera Pasifik. Namanya didapat dari lemak bewarna hijau yang terletak di
bawah cangkang mereka.
Penyu hijau
dapat diidentifikasi berdasarkan adanya sepasang sisik prafrontal yang
merupakan sisik diantara kedua matanya. Ciri identifikasi ini mirip seperti
penyu belimbing dan penyu tem payanyang mempunyai dua pasang prafrontal. Penyu
hijau dapat dibedakan dari penyu pipih oleh tidak adanya sisik praokular dan
karapaks yang seperti kubah. Penyu ini pada karapaksnya terdapat empat pasang
sisik dan disekitar mata terdapat dua pasang sisik. Sisik pada jenis penyu ini
tidak tumpang tindih. Panjang karapaks penyu ini yang pernah dijumpai adalah
75-115 cm dan beratnya mencapai 300 kg.
Penyu hijau
memakan semua jenis tumbuh-tumbuhan yang hidup dilaut (mis; ganggang laut, lamun,
lumut dan ikan). Musim kawin dari penyu ini berlangsung antara Januari dan Mei.
Penyu betina dapat bertelur antara 100 sampai 125 butir dalam sekali bertelur.
Waktu pengeraman terjadi sekitar 50 sampai 60 hari. Usia penyu ini dapat
mencapai 200 tahun. Penyu hijau terdapat dimana-mana diperairan tropik dan
subtropik. Di Indonesia, penyu ini terdapat diperairan pantai Jawa, Bali,
Sumatera dan mungkin di semua perairan pantai yang landai di Indonesia. Di
Bali, dagingnya di konsumsi (dimakan) dan karapaksnya dijadikan kerajinan
tangan untuk para wisatawan.
Penyu hijau adalah salah satu jenis
penyu laut yang umum dan jumlahnya lebih banyak di banding beberapa penyu
lainnya. Jenis seperti penyu belimbing di laporkan telah sangat berkurang
jumlahnya dan termasuk salah satu jenis yang hampir hilang di perairan , hanya
beberapa tempat yang masih sesekali menjadi tempat memijah bagi jenis penyu
ini. Penyu belimbing adalah penyu yang di lindungi dan masuk dalam CITES
(Convention on International Trade of Endangered Species) Appendix.
Sebenarnya, penyu hijau dari dulu secara
ekstensif telah diburu di indonesia, terutama untuk dagingnya, telurnya juga
dapat dikumpulkan dalam skala besar. Oleh karena itu, populasi dari penyu hijau
di Indonesia menurun dengan cepat. Tukik penyu hijau yang berada di sekitar
teluk California hanya memakan alga merah. Penyu hijau akan kembali ke pantai
asal ia dilahirkan untuk bertelur setiap 3 hingga 4 tahun sekali. Ketika penyu
hijau masih muda mereka makan berbagai jenis biota laut seperti cacing laut,
udang remis, rumput laut, juga alga. Ketika tubuhnya mencapai ukuran sekitar
20-30 cm, mereka berubah menjadi herbivora dan makanan utamanya adalah rumput
laut.
Penyu hijau merupakan jenis penyu yang
paling sering ditemukan dan hidup di laut tropis. Dapat dikenali dari bentuk
kepalanya yang kecil dan paruhnya yang tumpul. Dinamai penyu hijau bukan karena
sisiknya berwarna hijau, tapi warna lemak yang terdapat di bawah sisiknya
berwarna hijau. Tubuhnya bisa berwarna abu-abu, kehitam-hitaman atau
kecokelat-cokelatan.
Klasifikasi Penyu hijau
menurut Linnaeus adalah :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Reptilia
Ordo
: Testudinata
Famili
: Cheloniidae
Genus
: Chelonia
Spesies
: Chelonia mydas L. (Tanjung, 2001).
Morfologi Penyu hijau (Chelonia mydas)
Sesuai
dengan namanya, warna tubuh, lemak dan dagingnya agak kehijau-hijauan. Penyu hijau
dewasa hidup di hamparan padang lamun dan ganggang. Berat
Penyu hijau dapat mencapai 400 kg, namun di Asia
Tenggara yang tumbuh paling besar sekitar separuh ukuran ini. Penyu
hijau di Barat Daya kepulauan Hawai kadang kala ditemukan mendarat pada
waktu siang untuk berjemur panas. Anak-anak Penyu hijau (tukik),
setelah menetas, akan menghabiskan waktu di pantai untuk mencari makanan. Tukik
Penyu hijau yang berada di sekitar Teluk
California hanya memakan alga merah. Penyu hijau
akan kembali ke pantai asal ia dilahirkan untuk bertelur setiap 3 hingga
4 tahun sekali (Nuitja, 1992).
Perisai atau karapasnya berbentuk hati dengan tepi rata, jumlah keping kostal 4 pasang,berwarna hijau cokelat dengan bercak tua sampai hitam. Keping kostal ukuran
lebarnya hampir dua kali di banding dengan lebar keping vertebral. Keping
marginalnya relatif sempit. Kepalanya memiliki sepasang sisik prefrontal yang
lebar dan mempunyai tepi yang berwarna putih. Kaki depannya dipenuhi dengan
sisik yang relatif berukuran sama, sehingga jari-jarinya tidak terlihat jelas (Ali, 2004).
Ciri morfologi Penyu hijau
menurut Hirt (1971) dan Bustard (1972) dalam (Tanjung dkk, 2001)
adalah terdapatnya sepasang prefrontal atau sisik pada kepala. Memiliki sisik
perisai punggung (dorsal shield) yang tidak saling berhimpit, mempunyai
empat pasang sisik samping yang tesusun bujur pada permukaan kepala dari arah
kepala ke ekor (costal scute), dimana pasangan sisik samping pertama
tidak menyentuh Nuchal. Pada bagian pinggir karapas terdapat 12 pasang Marginal
Scute , kaki depan berbentuk pipih seperti dayung, terdapat sebuah kuku
pada kaki depan yang besar.
Penyebaran dan Habitat Penyu hijau (Chelonia mydas)
Sebaran Penyu hijau terdapat di Indo-Pasifik, Samudera Atlantik,
Teluk Meksiko, sepanjang pesisir Argentina, di Laut Mediterania. Habitat Penyu
hijau ini hidup di perairan tropis dan sub-tropis di sekitar pesisir
benua dan kepulauan. Penyu hijau juga diketahui sering terdapat di antara
terumbu karang pada daerah laut lepas. Kemampuan migrasi Penyu hijau
pada beberapa populasi dapat mencapai jarak 2.094 kilometer dari habitat
peneluran menuju habitat mencari makan. Meskipun daya jelajahnya sampai ribuan
kilometer, uniknya Penyu hijau hanya bereproduksi di tempat yang sama
berdasarkan navigasi medan magnet bumi. Di Indonesia, jenis penyu ini tersebar
di sekitar perairan tropika, laut seluruh Indonesia dan Papua Nugini. Hewan ini
baru bisa mencapai usia dewasa sekitar 30-50 tahun. Jadi, Penyu hijau
memiliki siklus kehidupan yang panjang, namun tingkat kehidupannya rendah (Ali, 2004).
Tingkah Laku dan Kegiatan Bertelur Penyu hijau (Chelonia mydas)
Perilaku bertelur Penyu hijau
umumnya sama dengan penyu-penyu lainnya. Penyu hijau menjadi
primadona penangkar penyu, karena saat bertelurnya selalu tepat waktu, yaitu
setiap 15 hari sekali, dengan melakukan 4 sampai 6 kali pendaratan untuk
bertelur di waktu malam hari. Selain itu, Penyu hijau merupakan satwa
yang unik, karena secara insting, merekan akan hidup dan kembali bertelur ke
tempat dimana mereka ditetaskan. Sama halnya dengan penyu-penyu lain, Penyu hijau sangat peka terhadap
getaran, kebisingan, lampu, dan berbagai aktivitas yang ditimbulkan oleh
manusia. Gangguan-gangguan tersebut kerap kali menghantui penyu yang hendak bertelur (Ali, 2004).
Betina Penyu hijau berukuran besar dalam sekali bertelur dapat
menghasilkan sampai 200 butir telur, sedangkan Penyu hijau yang berukuran
sedang menghasilkan sekitar 60 butir dalam satu kali mendarat. Di perkirakan
perkawinan terjadi setelah penyu betina bertelur dan kembali ke daerah habitat
perkawinan (Ali, 2004).
Telur Penyu hijau ukuran diameternya sekitar 46 mm. Bentuk telur dari
Penyu hijau ini berbentuk agak bulat, lembut dan cukup lentur. Tukik
merupakan anak penyu yang baru menetas, biasanya berwarna hitam, sedangkan
bagian bawahnya berwarna putih. Tukik Penyu hijau bersifat omnivora,
makanannya adalah ikan kecil. Saat menginjak usia dewasa, jenis Penyu hijau
ini beralih menjadi hewan herbivora, makanannya berupa alga, rumput laut, ganggang dan daun bakau. Tukik Penyu
hijau sangat peka terhadap suhu lingkungan. Tukik dapat mengalami
dehidrasi (kekurangan cairan) jika tidak masuk ke dalam laut beberapa jam
setelah menetas dan berhasil menembus permukaan tanah, utamanya jika temperatur
udara cukup tinggi. Tukik dapat mati kepanasan pada suhu 37o C.
perlu kita ketahui bahwa dari beberapa pengamatan para ahli, dari 1000 butir
telur yang berhasil menetas menjadi tukik, hanya satu diantaranya yang berhasil
bertahan hidup sampai dewasa (Ali, 2004).
Ancaman
Populasi dan Kepunahan Penyu hijau
(Chelonia mydas)
Penyebab penurunan populasi secara
drastis yang dibenarkan oleh bahwa eksploitasi Penyu hijau tertinggi di
dunia berada di wilayah Indonesia. Tingginya tingkat eksploitasi yang dilakukan
masyarakat Indonesia telah mempercepat laju kepunahan Penyu hijau . Umumnya
penangkapan induk terjadi di laut lepas dan pemanenan telur di sekitar pantai
peneluran. Jika penangkapan induk dan pemanenan telur penyu secara berlebihan
dan berlangsung terus-menerus selama beberapa dekade berakibat pada kepunahan
populasi. Dibandingkan dengan kelima jenis penyu laut lainnya, Penyu
hijau paling intensif dieksploitasi karena daging dan telurnya digemari
masyarakat pesisir. Permintaan Penyu hijau yang tinggi disebabkan
beberapa alasan mulai dari konsumsi rumah tangga, sumber pendapatan masyarakat,
kepentingan adat hingga sumber Pendapatan Asli Daerah (Anonim, 2010).
Indikasi kegagalan perlindungan
Penyu hijau ditunjukkan oleh tingginya eksploitasi Penyu hijau di
berbagai wilayah Indonesia, penurunan jumlah penyu yang mendarat di pantai
peneluran dan rendahnya dukungan masyarakat. Ancaman kepunahan Penyu hijau
semakin nyata jika pemerintah tidak segera menghentikan eksploitasi Penyu
hijau . Untuk penyelamatan Penyu hijau dari kepunahan diperlukan analisis
kebijakan perlindungan dan perumusan alternatif perlindungan Penyu hijau
di masa mendatang. Eksploitasi yang tinggi dan implikasinya dapat
dipandang dari beberapa aspek, antara lain:
a) Aspek
ekologi
− Hilangnya kemampuan reproduksi populasi
Penangkapan induk dan pemanenan
telur penyu secara berlebihan akan menghilangkan kemampuan reproduksi populasi.
Hilangnya kemampuan reproduksi dapat ditandai dengan: (a) Jika konsumsi daging penyu
berasal dari penangkapan semua induk yang akan bertelur; (b) Jika terjadi
pemanenan semua telur yang ada di sarang. Apabila ekploitasi induk dan
telur berlangsung secara terus-menerus selama beberapa dekade akan menimbulkan
kepunahan spesies Penyu hijau .
− Kerusakan habitat
Penyu hijau adalah jenis
herbivora yang kelangsungan hidupnya tergantung pada keutuhan ekosistem terumbu
karang. Terumbu karang merupakan habitat feeding Penyu hijau yang
menyediakan berbagai jenis tumbuhan rumput laut. Penggunaan alat tangkap yang
merusak, seperti dinamit dan racun potasium yang dilakukan nelayan telah
menimbulkan hilangnya sumber pakan populasi Penyu hijau yang berakibat
ancaman kepunahan.
b) Aspek
sosial
Kebiasaan bermigrasi jauh menjadikan
populasi Penyu hijau di laut sebagai sumberdaya open access.
Situasi open access diindikasikan oleh tidak ada pengelolaan dan tidak
ada kepemilikan yang membatasi pemanfaatan Penyu hijau . Sebagai satwa buruan
yang memiliki nilai ekonomis tinggi jika tidak ditangkap orang hari ini akan
ditangkap orang lain di lain hari. Eksploitasi secara berlebihan hingga
melampaui daya dukungnya akan mengarahkan kepunahan spesies dalam waktu dekat.
c) Aspek
ekonomi
Penyu hijau merupakan spesies
penyu laut yang paling intensif dieksploitasi. Jika dibandingkan dengan harga
per ekor ikan, nilai ekonomis Penyu hijau tergolong tinggi (±1 juta
rupiah/ekor untuk ukuran induk). Tingginya eksploitasi Penyu hijau yang
diawali sebagai pemenuhan kebutuhan protein keluarga dan pendapatan masyarakat
lokal. Dalam perkembangannya eksploitasi penyu berkembang sebagai perdagangan
Penyu hijau ilegal yang melibatkan tata niaga dengan biaya transaksi yang
tinggi.
d) Aspek
budaya
Umumnya eksploitasi Penyu hijau
sulit dihentikan karena ada anggapan bahwa ketersediaan Penyu hijau
di alam masih berlimpah dan masyarakat tidak peduli akan status spesies
dilindungi. Pada kasus Sukabumi, penyu sebagai sumber protein murah dan mudah
didapatkan di daerah pantai. Mitos yang berkembang tentang khasiat daging dan
telur penyu telah menimbulkan peningkatan eksploitasi penyu dari tahun ke
tahun. Pada kasus Pulau Bali pengiriman penyu dari berbagai wilayah Indonesia
berkaitan dengan kepentingan adat. Adanya perdagangan penyu secara ilegal (black
market) di daerah Tanjung Benoa Bali merupakan bukti sulitnya menghentikan
konsumsi daging penyu untuk kepentingan adat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penyu
hijau adalah salah satu jenis penyu laut yang umum dan jumlahnya lebih banyak
di banding beberapa penyu lainnya. Sesuai dengan namanya, warna tubuh, lemak dan dagingnya agak
kehijau-hijauan. Penyu hijau dewasa hidup di hamparan padang
lamun dan ganggang. Berat Penyu hijau dapat
mencapai 400 kg, namun di Asia Tenggara yang tumbuh
paling besar sekitar separuh ukuran ini. Penyu hijau di Barat Daya
kepulauan Hawai kadang kala ditemukan mendarat pada waktu siang untuk berjemur
panas. Anak-anak Penyu hijau (tukik), setelah menetas, akan
menghabiskan waktu di pantai untuk mencari makanan. Tukik Penyu hijau
yang berada di sekitar Teluk California
hanya memakan alga merah. Penyu hijau akan kembali ke
pantai asal ia dilahirkan untuk bertelur setiap 3 hingga 4 tahun sekali. Penyu hijau merupakan satwa yang unik, karena secara insting, merekan
akan hidup dan kembali bertelur ke tempat dimana mereka ditetaskan.
Daftar Pustaka
Ali, Z.M. 2004. Karya Ilmiah Pelestarian Penyu Hijau di Pantai Selatan Tasikmalaya. Karya Ilmiah Tentang Pelestarian Penyu Hijau : Tasikmalaya.
Nuitja,
I., N., S., 1992. Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Tanjung,Yonatan, Suherman, Misnawati, Rostina. 2001. Studi Tingkah Laku Bertelur dan Keberhasilan Penetasan Secara Alamiah di Pulau Sangalaki Kecamatan Derawan. Kabupaten Berau. Laporan Penelitian Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unmul: Samarinda.
Tanjung,Yonatan, Suherman, Misnawati, Rostina. 2001. Studi Tingkah Laku Bertelur dan Keberhasilan Penetasan Secara Alamiah di Pulau Sangalaki Kecamatan Derawan. Kabupaten Berau. Laporan Penelitian Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unmul: Samarinda.
0 komentar:
Posting Komentar