Sekitar akhir abad ke-19 beberapa peninggalan Hindu banyak ditemukan
di pulau Sumbawa bagian Timur. Hal ini diungkapkan oleh Rouffar pada
tahun 1910. Situs seperti Ganesha dan Mahakala, Lingga, Prasasti banyak
ditemukan di Bima dan sekitarnya bahkan sampai sekarang. Salah satunya
adalah Situs Wadu Pa’a. Dalam buku Legenda Tanah Bima yang ditulis Alan
Malingi, diceritakan bahwa pada saat Sang Bima hendak meninggalkan Bima,
dia didatangi oleh Para Ncuhi (Kepala Suku) untuk dimintai kesediaan
menjadi pemimpin tanah Bima. Pada saat itu, Sang Bima sedang memahat
tebing di mulut Kota Bima,tepatnya di Kaki Bukit Lembo dusun Sowa Desa
Kananta kecamatan Soromandi. Mengunjungi Situs ini dapat dilakukan
melalui jalan darat maupun lewat Jalur laut dengan menaiki Motor Boat
yang memakan waktu sekitar 1 Jam perjalanan.
Dalam berbagai literature sejarah, Situs Wadu Pa’a (Batu Pahat)
merupakan salah satu situs Candi Tebing yang memiliki nilai histrois
yang cukup tinggi. Wadu Pa’a merupakan tempat pemujaan agama Budha, atau
mengandung unsure Budha dan Siwa. Hal itu diperkuat dengan
ditemukannnya Relief Ganesha, Mahaguru, Lingga-Yoni, relief Budha(Bumi
Sparsa Mudra), termasuk stupa yang menyerupai bentuk stupa Goa Gajah
bali atau stupa-stupa di Candi Borobudur yang berasal dari abad X. Hal
itu didukung dengan terteranya Candrasangkala pada prasasti yang
berbunyi Saka Waisaka Purnamasidi atau tahun 631 Caka yang disesuaikan
dengan tahun 709 Masehi.
Keberadaan situs ini terlindung oleh tiupan angin dan gelombang laut.
Para sejarahwan dan arkeolog menduga bahwa tempat ini merupakan tempat
persinggahan para pelaut dan pendatang. Hal itu diperkuat dengan
ditemukannya mata air tawar sekitar 100 meter dari Situs Wadu Pa’a yang
dalam aliran Hindu disebut Amarta (Mata Air Kehidupan). Roufffer dalam
bukunya Hindoejavansch Overblijfselenop Soembawa, Tisjh
Vanhetkon.Ned.Aardrijskunding Genootschap, tahun 1938 menceritakan
kunjungannya di pulau Sumbawa terutama ke situs Wadu Pa’a bahwa dia
masih menemukan dua Lingga di tempat itu dan salah satunya telah dibawa
oleh Controller Belanda. Di Situs ini juga ditemukan coretan-coretan
dengan cat minyak yang menjadi bukti bahwa situs ini memang telah banyak
dikunjungi oleh para pendatang terutama dari Negara Eropa. Cat Minyak
tertua menunjukkan angka-angka 1773,1745,1749,1751,1736,1784,1788 dan
banyak lagi yang lainnya.
Menurut Muslimin Hamzah dalam bukunya Ensiklopedia Bima halaman 215,
Situ ini trdiri dari dua tempat. Di tempat I terdapat relief stupa
seperti stupa yang memakai Catra(Payung) bersusun dua dan stupa catra
tunggal, relief stupa bercabang tiga, relief Mahaguru,Ganesha,Arca
sebatas Dada, selain relief Budha dengan sikap duduk bersila diatas
bunga Padma bertangkai, berikut pahatan prasasti. Dibawah Agastya tampak
juga pahatan berbentuk Linggo- Yoni. Sementara itu di tempat II yang
berjarak 200 meter dari tempat I, terdapat deretan stupa yang memakai
paying yang alasnya meyerupai bentuk persegi maupun silinder dan relief
berbentuk pilar mendominasi lokasi.
Situs Wadu Pa’a merupakan salah satu bukti sejarah bahwa Bima
merupakan sebuah kerajaan Besar yang berpengaruh di masa lalu. Keadaan
dan kondisi situs ini cukup memprihatinkan. Sebenarnya keberadaan Wadu
Pa’a, Benteng Asa Kota dan Teluk Bima yang indah itu merupakan asset dan
titipan berharga untuk dikelola dan ditata demi memajukan pariwisata
yang bermuara pada peningkatan PAD Daerah maupun kesejahteraan
masyarakat. Karena sector Pariwisata telah terbukti memberikan efek
Domino terhadap perkembangan usaha dan kesejahteraan masyarakat.
Di Ambil Dari :
http://sarangge.wordpress.com
Kamis, 28 Juni 2012
0 Berwisata Ke Situs Wadu Pa'a
Diposting oleh
Farah PinkQueenZa
di
03.11
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar