Sejak zaman kerajaan dan kesultanan, Bima memang dikenal sebagai
kerajaan agraris segaligus maritim. Topografi wilayahnya yang berbukit
dan berlembah memang menyimpan potensi pertanian, perkebunan, kehutanan,
maupun penggembalaan ternak. Dan di balik gunung-gunung tinggi yang
menjadi benteng tanah ini dikelilingi oleh laut dan samudera. Laut
flores di sebelah utara, selat Sape di sebelah timur dan Samudera
Hindia di sebelah selatan. Di negeri yang terhampar di ujung timur pulau
sumbawa ini, memiliki dua teluk nan indah, tenang dan damai. Teluk itu
adalah Teluk Waworada dan teluk Bima yang berada di sekitar pusat kota
Bima.
Teluk Bima yang membentang mulai dari Lewa Mori, Kalaki, Oi Ni’u,
Panda, Lawata, Ama Hami hingga Kolo dan sebagian kecamatan Soromandi dan
Bolo di sebelah Baratnya sesungguhnya menyimpan potensi yang luar
biasa. Teluk ini bisa dimanfaatkan untuk wisata bahari, budidaya rumput
laut, olahraga dayung, olahraga mancing, olahraga Jetskee, wisata
pantai, dan lain-lain kegiatan.
Di tengah teluk ini ada sebuah pulau kecil yang disebut Nisa To’i
atau juga dikenal dengan Pulau Kambing. Dinamakan pulau kambing, konon
pada zaman dahulu, pulau kecil ini merupakan tempat pelepasan kambing
raja atau sultan Bima. Masyarakat Mbojo menyebut juga pulau kecil di
tengah teluk Bima ini dengan Nisa. Dalam Bahasa Mbojo Nisa adalah pulau.
Orang-orang Donggo di sebelah barat teluk Bima menyebutnya dengan Nisa
To’i. Nisa (Pulau) ini menyimpan kenangan dan romantika sejarah Bima
yang akan senantiasa dikenang sepanjang masa. Pada zaman penjajahan,
Pemerintah Kolonial Belanda mendiriikan tempat pengisian bahan bakar
sehingga sampai saat ini masih terdapat tangki minyak peninggalan zaman
perang dunia kedua tersebut.
Pulau ini pernah dibom oleh pesawat tempur Jepang pada tahun 1944
sebagai sebuah peringatan dari Pemerintah Kolonial Jepang bahwa Tentara
Dai Nipon waktu itu akan menginjakkan kaki di Bima. Pemboman Nisa ini
cukup membuat masyarakat Bima panik karena bunyi ledakan itu sangat
keras dan masyarakat Bima baru pertama kali mendengar dan merasakan
bagaimana letusan Bom. Pengeboman sebagai peringatan dari Jepang itu
tidak sampai meluluhlantahkan pulau dan tangki-tangki minyak peninggalan
Belanda. Karena hingga saat ini tangki minyak itu masih ada, meskipun
dalam kondisi yang sudah karat dan termakan usia.
Di Ambil Dari :
http://sarangge.wordpress.com
Sabtu, 30 Juni 2012
0 Menikmati Panorama Teluk Bima
Diposting oleh
Farah PinkQueenZa
di
21.34
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar