Sisi utara teluk Bima memanjang sekitar 20 kilometer dari ujung utara
kelurahan Melayu Kota Bima hingga kelurahan Kolo di ujung utara.
Disini terbentang pantai-pantai dan teluk-teluk mungil yang indah
mempesona. Ada empat teluk Mungil yang telah lama menjadi tempat
persinggahan kapal-kapal nelayan dan para pedagang sejak dulu, yaitu
teluk So Nggela, Toro Londe, Bonto serta Kolo. Disamping itu, terdapat
pantai-pantai yang indah seperti pantai Oi Ule, So Nggela, Bonto,
serta Pantai pasir putih So Ati yang berada di ujung utara pantai Kolo.
Menjelajahi pesisir utara teluk Bima melalui jalur laut sungguh
menyenangkan. Dari pelabuhan Bima menyebrang ke utara, dan sekitar 10
menit perjalanan kita akan sampai di pantai Oi Ule. Dalam catatan
sejarah Bima, Oi ule merupakan tempat pemukiman pertama orang-orang
Melayu dan para ulama dari Pagaruyung dalam menyebarkan Agama Islam di
tanah Bima pada sekitar abad ke-17. Di Oi ule inilah tempat Sultan Abdul
Khair Sirajuddin(1648-1658 M) mengangkat sumpah setia kepada para
gurunya untuk tetap berpegang teguh pada islam. Sehingga Perayaan
upacara Adat Hanta UA Pua pertama kali mengambil start di Oi Ule sebelum
berpindah ke kampung Melayu sekarang. Salah satu bukti keberadaan
orang-orang Melayu di pantai ini terdapat kuburan-kuburan tua yang
merupakan kuburan orang-orang melayu dan para ulama yang menyiarkan
agama Islam di Tanah Bima di lereng bukit Oi Ule.
Di sebelah barat Oi Ule sekitar 1 kilometer terdapat teluk mungil So
Nggela. Teluk ini memiliki lekukan sekitar 1 kilometer dan terdapat
sebuah dermaga kecil dengan panjang sekitar 30 meter yang dibangun oleh
Pemerintah kota Bima. Ada juga Keramba Jaring Apung yang menjadi tempat
budidaya kerapu tikus oleh Dinas Kelautan Dan Perikanan Kota Bima.
Disini juga bermukim sekitar 30 kepala Keluarga yang berprofesi sebagai
nelayan dan juga petani tegalan. Ada juga pendatang yang memang
bermukim sementara waktu untuk memperbaiki dan mengecet perahu,
beristirahat dari terpaan angin musim maupun untuk berdagang.
Semakin ke utara kita akan menemukan pantai dan teluk yang indah.
Sekitar 15 menit perjalanan kita akan tiba di teluk Toro Londe.
Bentangan pantainya sekitar 500 meter dan sejak dulu menjadi tempat
mancing yang menyenangkan. Banyak warga Bima yang memancing di sekitar
perairan ini. Dalam legenda tanah Bima sebagaimana dilukiskan dalam
Kitab BO( Kitab Kuno Kerajaan Bima), di teluk inilah tempat ditemukannya
mata pancing Raja Indra Zamrut setelah sekian lama terjerat dalam
moncong sebuah ikan besar yang diberinama Ruma Londe. Berkat kehebatan
dan kesaktian adik Indra Zamrut yang bernama Indra Komala, mata pancing
itu pun dapat ditemukan kembali.
Sekitar 15 menit perjalanan kita akan menemukan satu lagi teluk yang
indah, tenang dan damai yaitu teluk Bonto. Diameter lekukan teluk ini
hampir sama dengan So Nggela, namun lebih terlihat menjorok ke daratan
dan sangat terlindung dari angin musim karena di sebelah utara maupun
selatannya dilindungi oleh pegunungan. Karena tertutup dan diapit oleh
pegunungan, maka teluk ini dinamakan Bonto yang dalam Bahasa Bima
berarti Bonto. Bonto merupakan salah satu dusun dari Kelurahan Kolo
kecamatan Asa Kota yang dihuni oleh sekitar 70 KK. Teluk ini juga
menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dagang dan nelayan dari berbagai
pulau. Disamping perahu dagang di teluk ini pula bersandar
bagang-bagang warga yang jika memasuki malam hari nyala lampunya cukup
terang dan tampak indah. Dua Kilometer dari Teluk Bonto kita akan
menjumpai Pantai Bonto yang teduh dan berpasir putih. Namun saat ini di
sekitar pantai ini tengah dibangun Pusat Listrik Tenaga Uap oleh PT.
PLN Persero. Kebun kelapa yang dulunya rimbun telah berubah menjadi
tumpukan tanah, batu, Bescam, pipa-pipa besar, serta material lainnya
untuk pembangunan PLTU.
Di sebelah barat Bonto, tepatnya di seberang Asa Kota kita akan melihat
sebuah bukit kecil yang memiliki luas sekitar setengah hektar yang dia
atasnya cukup rata. Orang-orang menyebutnya dengan Benteng Asa kota.
Karena di sini terdapat tumpukan batu batu yang tersusun rapi layaknya
sebuah benteng pertahanan. Di sudut-sudutnya terdapat meriam. Namun
sayang meriam itu sudah tidak ada lagi. Dalam catatan sejarah Bima,
Benteng ini didirikan oleh sultan Abdul Khair Sirajuddin bersama Karaeng
Popo pasca penandatanganan perjanjian Bongaya pada tahun 1667 M.
Benteng ini dibangun untuk menghalau kapal-kapal VOC yang memasuki teluk
Bima dan melintasi Laut Flores.
Terus Ke Utara kita akan memasuki perairan kelurahan Kolo.
Bagang-bagang, kapal nelayan, kapal barang, orang-orang yang memancing,
menyelam mencari ikan adalah pemandangan yang cukup menarik di sekitar
perairan kolo ini. Sejak tahun 1945, Kolo telah dikenal oleh masyarakat
Bima sebagai importir barang-barang dari Singapura. Dan sudah lama
pula warga kolo ini menjalin hubungan yang harmonis dengan para Cukong
dan Toke di Pulau Batam maupun Singapura. Hampir setiap bulan mereka
berlayar menuju Batam dan Singapura untuk membeli barang-barang seperti
pakaian dan alat elektronik untuk dijual kembali di Bima. Menurut
Yanti, salah seorang pedagang pakaian bekas dari Singapura, untuk satu
karung pakaian singapura mereka beli dengan harga sekitar Rp.500.000
sampai Rp.750.000,-. Dalam satu karung itu mereka bisa mendapatkan
keuntungan sekitar Rp.250.000 bahkan melebihi modal kalau pakaian yang
ada di dalam karung itu berkualitas dan bagus coraknya.
Di ujung Kelurahan Kolo terdapat pantai berpasir putih yang diberinama
Pantai So Ati. Di skitar pantai ini tumbuh ratusan pohon kelapa yang
menambah teduhnya pantai ini. Di perairan pantai ini terdapat terumbu
karang dan taman laut yang indah.Di pantai ini sangat cocok untuk diving
dan snockling. So Ati memang sejak dulu telah menjadi salah satu obyek
wisata pantai bagi warga Kolo dan sekitarnya, bahkan masyarakat Bima
pada umumnya. Pada setiap hari libur pantai ini dipadati pengunjung.
Sudah saatnya potensi dan pesona alam di sepanjang sisi utara teluk
Bima ini dikelola dan dimanfaatkan baik dalam rangka pemberdayaan
masyarakat pesisir maupun pengembangan sektor kepariwisataan.Jalan
Melayu- Kolo sepanjang 15 Km perlu segera diperbaiki untuk memperlancar
transportasi di kawasan ini.
Disamping itu perlu identifikasi dan
pemetaan obyek-obyek pantai dan teluk-teluk ini untuk secara bertahap dilakukan penataan dan pengelolaan. Sebab semakin lama, pantai-pantai
dan kebun-kebun di sepanjang pesisir utara ini telah banyak dibeli dan
dimiliki oleh pengusaha-pengusaha Cina dan para pejabat. Ini tentunya
akan menjadi sebuah kendala besar ketika Pemerintah Daerah akan
mengelola pantai-pantai ini. Disamping itu, Pemerintah Daerah perlu
mendorong dan mengajak investor lokal untuk secara bersama-sama
mengelola potensi ini untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
keejehateraan masyarakat pesisir utara teluk Bima serta untuk menggali
sumber-sumber PAD baru.
Di Ambil Dari :
http://sarangge.wordpress.com
Sabtu, 30 Juni 2012
0 Teluk Di Bibir Teluk
Diposting oleh
Farah PinkQueenZa
di
21.28
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar